GenPI.co Sultra - BKKBN Sultra mencatat sebanyak 254.546 keluarga berisiko stunting atau cebol pada 2021.
Berdasarkan data BKKBN Sultra, kabupaten dan kota yang memiliki persentase keluarga berisiko stunting tertinggi adalah Konawe Selatan sebanyak 33.014.
Menyusul Konawe sebanyak 25.631 keluarga, Kendari 23.818 keluarga, Kolaka 22.366 keluarga, dan Muna 20.817 keluarga.
Sementara untuk persentase keluarga berisiko stunting terendah di Sultra yaitu Kabupaten Konawe Kepulauan sebanyak 4.032 keluarga.
Kepala BKKBN Sultra Asmar mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan verifikasi dan validasi di lapangan.
Verifikasi dan validasi tersebut dilakukan untuk mengetahui perubahan data terkait keluarga berisiko stunting pada 2022.
”Misalnya, pada saat pendataan 2021, ada wanita yang masih mengandung, pasti 2022 sudah melahirkan,” katanya, Senin (27/6).
Asmar menyebut, ada dua variabel yang menjadi indikator keluarga berisiko stunting atau cebol.
”Variabel pertama dilihat dari sumber air minum atau fasilitas jamban, sedang variabel kedua adalah faktor ’terlalu’,” sebut dia.
Dia menjelaskan variabel kedua tersebut, antara lain; istri terlalu muda, istri terlalu tua, jarak kelahiran anak terlalu dekat, dan memiliki terlalu banyak anak.
”Dianjurkan jarak kelahiran anak yang satu dengan lainnya minimal tiga tahun, dan jumlah anak yang dimiliki maksimal tiga orang,” jelasnya.
Asmar menerangkan, BKKBN Sultra telah membuat langkah mengurangi angka keluarga berisiko stunting atau cebol hingga tidak menyebabkan kasus stunting.
Adapun langkah tersebut, imbuh dia, adalah membentuk tim satuan tugas dan pendampingan keluarga di seluruh desa se-Sultra.
”Tim tersebut terdiri dari bidan, PKK, dan kader BKKBN, jumlahnya ada lima ribu lebih,” terangnya. (*)