Kisah Mualaf: Aku Merasa Damai Sejak Berdoa Sambil Menyebut Allah

25 Maret 2022 02:00

GenPI.co Sultra - Namaku Marsia Andra, umur 21 tahun. Seorang mualaf yang berasal dari Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Aku merupakan anak dari kedua orang tua yang berbeda kepercayaan.

Ibuku merupakan seorang muslim, sedang ayahku Katolik. Aku melihat kehidupan mereka selalu rukun dan menghargai perbedaan.

Dari kecil, aku mengikuti kepercayaan yang dianut ayahku. Aku rajin beribadah di gereja dan berdoa kepada Tuhan.

Ketika SMP, teman-temanku sangat penasaran dengan kehidupan yang aku miliki.

Awalnya aku merasa biasa-biasa saja, sampai suatu ketika aku bingung dan mulai mempertanyakan jalan hidupku.

Kebingunganku terjawab saat aku duduk di bangku SMA. Saat itu, aku baru mengetahui bahwa pernikahan dengan dua agama yang berbeda tidak diperbolehkan.

Aku akhirnya paham, kenapa dahulu teman-temanku selalu bertanya soal kehidupan orang tuaku.

Selama menjalani ibadah di gereja, aku merasakan kekosongan. Jiwaku seolah hampa dan tidak tahu arah hidupku ke mana.

Aku kemudian memutuskan untuk berdoa dengan menyebut nama Allah. Aku mulai belajar soal Islam lewat video ceramah dan Alquran.

Aku tidak menyangka, semakin mempelajari Islam semakin aku merasakan kedamaian dalam diriku. Di situ aku berpikir bahwa Allah memberi hidayah kepadaku.

Dengan begitu, aku pun menyampaikan niatku kepada ibu dan ayahku untuk mualaf. Sayangnya, ayahku pada saat itu terlihat kecewa dan menyatakan ketidaksetujuannya.

Selama tiga bulan, ayahku tidak mengajakku berbicara. Dia bahkan menangis karena aku memeluk agama Islam.

Meski begitu, aku tidak menyerah dan tetap gigih memperjuangkan pilihanku. Sampai akhirnya ayah luluh dan menerima keputusanku.

Aku mantap mengucap dua kalimat syahadat pada tahun 2017 saat umurku 17 tahun.

Sampai sekarang, aku selalu berdoa dan berharap ayahku mendapat hidayah dan masuk Islam agar cara dan tempat ibadah kita sama.

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co SULTRA